APA KARENA AKU PEREMPUAN

Aku memang perempuan yang sering memperhatikan banyaknya bentuk kekuasaan laki-laki yang menyingkirkan hak perempuan. Aku belum bisa dikatakan sebagai feminis kalau ternyata pengetahuanku masih terlalu minim untuk memperjuangkan perempuan. Tapi aku juga tidak menolak jika disebut feminis selama kata feminis tidak diartikan sebagai bendera perang-ku terhadap laki-laki karena tidak bisa dihindari bahwa banyak kebahagiaan yang juga aku peroleh dari mereka; kakak laki-lakiku, adik laki-lakiku, teman laki-lakiku, juga pasangan laki-lakiku.

Kesalahan persepsi itu akhirnya bisa jadi boomerang buatku ketika aku ingin mengekspresikan kemarahanku. Aku yang sedang marah sering dianggap gila, divonis kesurupan, bahkan dicap berkepribadian ganda.

Ketika aku marah, keluar pertanyaan untukku,
“ Kamu ini kenapa sih?”
atau
“Kamu kerasukan apa sih?”

Pertanyaan itu menegaskan bahwa sumber kemarahanku diremehkan dan dianggap sebagai kegilaan perempuan yang tidak beralasan dan tidak rasional. Kegilaanku muncul sebagai hasil dari kemarahan-kemarahan yang tidak tersalurkan. Aku selalu dituntut jadi perempuan ‘normal’ yang serba lupa; lupa sakit, lupa penyesalan, kekesalan dan kelelahan.

Curahan kemarahan ini pun bisa dianggap sebagai usaha diri dalam membentuk image perempuan yang tersakiti.

Tapi BUKAN!

Aku bukan orang yang paling menderita dengan mengatakan ini.
Aku juga bukan orang yang paling benar dengan mengungkapkan ini.
Kemarahanku mungkin mengandung kesalahan.
Kebenaranku juga bukan mengharapkan kekalahan dari pihak lain.


Inspired by Aquarini Priyatna

Ada-Ada Aja..

Barusan aku buka YM en dapet offline message dari hunt1ng_k3ren..
hhh...cuma bisa geleng-geleng kepala.
Berikut isinya :
lukalamalarahati - wih! namanya menyayat2 hati..udah diluka'in, dilama'in, loro ati pula! -
(9/6/2008 10:16:36 PM):
lin lina: - jangan2 si yuliana mata belok?! - 081213131313 ,,,,,,,,,,malem....nama gw " Tasya " Umur gw 17 tahun , Lo hrs tlngin gw,,,tgl 13 Agustus 2008 kmrn gw br plng Dugem , Gw Diperkosa dan Dibunuh Tepat pukul 030 - diperkosa kok sempat2nya liat jam - Setelah itu tubuh gw Dipotong jadi 13 bagian...tepat sbulan ini tubuh gw belum terkumpul semua - lha apa mau disumbangin ke orang? kok dikumpulin segala - Gw Lupa muka Gw karena Dirusak oleh mereka. Lo hrs Sebar Pesen ini ke 13 orang. dan jgn sampe berhrnti di elo ,! Kalo ngga lo bakal gw gangguin tiap jam 2 pagi ( menit ke 13 ) - tattuuuttt! - Lo tiba² Bgn dan ada Kepala Dgn Muka Rata - wah, jangan dong mbak..idung saya udah rata mosok mau diratain lagi - ( INI KISAH NYATA ___m02n___: mav. cuma send all,,,tkutny klo ini bneran,,,

Bagaimana pendapat Anda?

PENJAGAL BIADAB

Postingan ini bukan karena aku pengen melindungi hak konsumen atau fakta haram dari MUI tentang daging glonggongan. Tapi lebih kepada kekejian dalam proses pembuatan daging glonggong ini. Aku pikir cuma sekedar diberi air minum yang banyak...ternyata tidak!
Berikut aku jelasin proses meng-glonggong sapi secara singkat da seadanya :
1. Sapi yang keesokan akan disembelih, diistirahatkan di tempat penyembelihan tidak resmi atau rumah warga
2. Kaki depan sapi diletakkan di tempat yang lebih tinggi dari kaki belakangnya dengan tujuan supaya air yang diminumkan tidak dimuntahkan oleh si sapi.
3. Mulut sapi dimasukkan selang sampai ke lambung dan terus menerus dialiri air sampai perut sapi membuncit.
4. Sapi didiamkan beberapa jam sambil badannya terus dibasahi dengan air supaya air yang tadi dipaksa masuk ke perut sapi bisa masuk dan mengalir ke pembuluh darah si sapi.
5. Selama proses ke 4, sapi biasanya bakal limbung karena jantung nya tidak sanggup memompa darah sehingga pembuluh darahnya pecah. Keadaan ini adalah saat dimana si sapi mengalami koma atau sekarat.
6. Semua proses tadi dinikmati oleh para penjagal tengik dan busuk yang otaknya dikotori oleh bayangan keuntungan yang berlimpah.
7. Dari semua kekejaman itu, aku menyatakan TIDAK bukan kepada daging glonggongan nya.. tapi kepada para penjagalnya!! Pengen rasanya aku meng-glonggong mereka sampe sekarat, biar mereka tau rasanya!

Maaf kalo dalam postingan kali ini aku sedikit emosi. Bagiku biarpun sapi adalah binatang yang diternakkan, tetep aja perlakuan dari penjagal busuk itu sangat tidak pantas.
Aku gak akan bilang mereka gak punya peri-kemanusiaan atau peri-kehewanan. Aku anggap mereka makhluk yang paling terkutuk dari yang terbusuk! Mereka juga harus merasakan penderitaan binatang yang dijagalnya suatu hari nanti...

Perempuan dan Rahimnya

Kau menuntutku memberi kelembutan yang teduh,
Di saat kau memintaku memintaku mengisi langit
Dengan sejuta kilatan bunga api
Menegaskan aku memiliki kemauan keras bagai besi baja

Kau menuntutku menyemai kesabaran
Seperti menyamai padang suflir yang sejuk,
Di saat kau memintaku memancangkan tonggak raksasa di perut bumi

Kau menetapkan takdirku terlahir sebagai perempuan,
Dan aku tak berdaya menolaknya

Kau menyebut rahimku penghormatan dan mujizat,
Kau menyebutnya kesucian yang diempukan.
Tapi rahimku adalah catatan hitam pergulatan kaumku,
Sebuah cermin yang mempertajam penghlihatanku atas semua jalan menakutkan yang mereka ciptakan untuk anak-anaku

Sahwat lelaki boleh tak terbendung
Sah meluap, membanjiri setiap ruang di setiap waktu
Dan karena itu anak-anak gadisku sah untuk diperkosa
Sah untuk dibelenggu
Sah kehilangan kemerdekaan dan keriaan

Aku mengadu air susuku dengan cinta
Menyusui anak-anakku dengan kasih sayang
Aku mengantar mereka tumbuh dengan kelembutan
Membekali mereka dengan akal budi

Kini dengan hati terluka aku menyaksikan
Anak-anakku dengan muka tanpa berwajah
Mata memancar kilatan api kebencian
Mengejar dengan liar anak-anakku yang lain dengan kebencian
Sambil menyeru namamu

Aku menyaksikan murka alam mengguncang
Menyaksikan bumi terbelah dalam lempangan-lempangan
Gunung raksasa memuntahkan api, batu dan lahar

Aku menyaksikan orang-orang tak berdosa terbakar hangus,
Bergelimpangan dan berlumuran darah.
Dalam kecemasan yang dahsyat
Di dalam bathinku, aku bertanya
“Akankah kau kau semurka”

Aku menyaksikan orang-orang remuk dan berkeping-keping,
Menyatu dengan puing-puing, batu dan tanah…..
Menyaksikan ibu-ibu menangis, anak-anak kucar-kacir kebingungan
Dan aku mendengar suara-suara itu
Saling menyalahkan
Saling menghujat
Dan dengan enteng melemparkan kutuk

Aku merintih didalam bathinku.
Aku meronta
Didalam bathinku aku menjerit-jerit memanggil namamu
Allahu Akbar Allahu Akbar

Kau menetapkan takdirku terlahir sebagai perempuan,
dan aku tak berdaya menolaknya
tapi perkenankan aku menagih ya Allah
perkenankan menagih bangsa-bangsa yang kau cipta berbeda-beda,
Berbeda warna kulit
Berbeda bahasa dan tutur kata
Berbeda keyakinan
Merdeka dan beradab.
Terhormat dan saling menghormati
Memiliki cinta dan saling mencintai

Jawab aku…

Tanganku bergetar. Berusaha keras menutupi kedua mataku,
Dan kau menepisnya marah
Tubuhku merapat di dinding,
Bergantian aku lekatkan tanganku rapat-rapat kedua telingaku
Untuk tak lagi mendengar,
Dan nafasmu mengendus seperti gemuruh alam yang sedang murka
Tulang-tulang rahangku gemeretak mengatup mulutku
Membendung dengan susah payah keluh kesah menyesak dada
Dan suaramu mengaum seperti harimau lapar, menghardikku.

Apa yang kau inginkan dariku…
Jawab aku ya Allah
Jawab aku

Atau biarkan aku meronta

Biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering,
Atau menyumbat mulutnya dengan batu karang
Dan aku tak lagi melahirkan anak-anak untuk
memenuhi hasrat-hasrat mereka yang barbar,
biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering
dan aku tak lagi membiarkan anak-anakku menjadi saksi
atas kebiadaban yang dengan semena-mena mereka pertontonkan

Biarkan aku mengutuk rahimku ya Allah
Dan aku tak lagi melahirkan anak-anak
Untuk mereka sulap menjadi monster-monster
yang memiliki kemampuan mengintimidasi,
menakut-nakuti, bahkan membunuhi
saudara-saudaranya sediri

Jawab aku… Jawab aku ya Allah…

Atau jadikan aku batu
Jadikan aku baja tua
Jadikan aku apa saja, dimana rasa dan nurani
Tak akan larut dan bersenyawa
Dan ia tak lagi merong-rong batinku
Biar tak lagi membuatku gamang
Dia tak lagi membuatku merasakan kepedihan
Menempatkanku di tengah kesunyian panjang yang getir


Oleh Ratna Sarumpaet


Featured Post