Perempuan dan Rahimnya

Kau menuntutku memberi kelembutan yang teduh,
Di saat kau memintaku memintaku mengisi langit
Dengan sejuta kilatan bunga api
Menegaskan aku memiliki kemauan keras bagai besi baja

Kau menuntutku menyemai kesabaran
Seperti menyamai padang suflir yang sejuk,
Di saat kau memintaku memancangkan tonggak raksasa di perut bumi

Kau menetapkan takdirku terlahir sebagai perempuan,
Dan aku tak berdaya menolaknya

Kau menyebut rahimku penghormatan dan mujizat,
Kau menyebutnya kesucian yang diempukan.
Tapi rahimku adalah catatan hitam pergulatan kaumku,
Sebuah cermin yang mempertajam penghlihatanku atas semua jalan menakutkan yang mereka ciptakan untuk anak-anaku

Sahwat lelaki boleh tak terbendung
Sah meluap, membanjiri setiap ruang di setiap waktu
Dan karena itu anak-anak gadisku sah untuk diperkosa
Sah untuk dibelenggu
Sah kehilangan kemerdekaan dan keriaan

Aku mengadu air susuku dengan cinta
Menyusui anak-anakku dengan kasih sayang
Aku mengantar mereka tumbuh dengan kelembutan
Membekali mereka dengan akal budi

Kini dengan hati terluka aku menyaksikan
Anak-anakku dengan muka tanpa berwajah
Mata memancar kilatan api kebencian
Mengejar dengan liar anak-anakku yang lain dengan kebencian
Sambil menyeru namamu

Aku menyaksikan murka alam mengguncang
Menyaksikan bumi terbelah dalam lempangan-lempangan
Gunung raksasa memuntahkan api, batu dan lahar

Aku menyaksikan orang-orang tak berdosa terbakar hangus,
Bergelimpangan dan berlumuran darah.
Dalam kecemasan yang dahsyat
Di dalam bathinku, aku bertanya
“Akankah kau kau semurka”

Aku menyaksikan orang-orang remuk dan berkeping-keping,
Menyatu dengan puing-puing, batu dan tanah…..
Menyaksikan ibu-ibu menangis, anak-anak kucar-kacir kebingungan
Dan aku mendengar suara-suara itu
Saling menyalahkan
Saling menghujat
Dan dengan enteng melemparkan kutuk

Aku merintih didalam bathinku.
Aku meronta
Didalam bathinku aku menjerit-jerit memanggil namamu
Allahu Akbar Allahu Akbar

Kau menetapkan takdirku terlahir sebagai perempuan,
dan aku tak berdaya menolaknya
tapi perkenankan aku menagih ya Allah
perkenankan menagih bangsa-bangsa yang kau cipta berbeda-beda,
Berbeda warna kulit
Berbeda bahasa dan tutur kata
Berbeda keyakinan
Merdeka dan beradab.
Terhormat dan saling menghormati
Memiliki cinta dan saling mencintai

Jawab aku…

Tanganku bergetar. Berusaha keras menutupi kedua mataku,
Dan kau menepisnya marah
Tubuhku merapat di dinding,
Bergantian aku lekatkan tanganku rapat-rapat kedua telingaku
Untuk tak lagi mendengar,
Dan nafasmu mengendus seperti gemuruh alam yang sedang murka
Tulang-tulang rahangku gemeretak mengatup mulutku
Membendung dengan susah payah keluh kesah menyesak dada
Dan suaramu mengaum seperti harimau lapar, menghardikku.

Apa yang kau inginkan dariku…
Jawab aku ya Allah
Jawab aku

Atau biarkan aku meronta

Biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering,
Atau menyumbat mulutnya dengan batu karang
Dan aku tak lagi melahirkan anak-anak untuk
memenuhi hasrat-hasrat mereka yang barbar,
biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering
dan aku tak lagi membiarkan anak-anakku menjadi saksi
atas kebiadaban yang dengan semena-mena mereka pertontonkan

Biarkan aku mengutuk rahimku ya Allah
Dan aku tak lagi melahirkan anak-anak
Untuk mereka sulap menjadi monster-monster
yang memiliki kemampuan mengintimidasi,
menakut-nakuti, bahkan membunuhi
saudara-saudaranya sediri

Jawab aku… Jawab aku ya Allah…

Atau jadikan aku batu
Jadikan aku baja tua
Jadikan aku apa saja, dimana rasa dan nurani
Tak akan larut dan bersenyawa
Dan ia tak lagi merong-rong batinku
Biar tak lagi membuatku gamang
Dia tak lagi membuatku merasakan kepedihan
Menempatkanku di tengah kesunyian panjang yang getir


Oleh Ratna Sarumpaet


11 komentar:

Revarius mengatakan...

waduh kata katanya bagus banget ini puisi dan sangat panjang juga lo. aku suka kata2 ini

Biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering,
Atau menyumbat mulutnya dengan batu karang
Dan aku tak lagi melahirkan anak-anak untuk
memenuhi hasrat-hasrat mereka yang barbar,
biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering
dan aku tak lagi membiarkan anak-anakku menjadi saksi
atas kebiadaban yang dengan semena-mena mereka pertontonkan


maknanya dalam dan sangat menusuk tuh

Anonim mengatakan...

Koment buat Ngatini yang HOT:

Aduh..., sayangnya aku dah dapat jodoh. Coba kalau belum...aku sring mampir ke blognya Ngatini... siapa tau berjodoh hi hi hi hi

Koment buat puisi:

Biarlah sang rahim begitu adanya, tetap indah dipandang, terlalu sayang tuk ditinggal. Terlalu singkat buat diraba.

Berjuta rahim terbentuk hampir serupa namun berbeda rasa. Tergantung adukan cinta sang empunya.

Ah...,

Anonim mengatakan...

mbak e aku setuju sama komenne mas nomer satu..aku seneng banget sama kalimat yang itu...sampe merinding. suer ga boong.

jeng kamu puitis

Herdin O. T. mengatakan...

kata-2 nya bagus banget..."keren"
Met puasa ya Nduk...

Anang mengatakan...

kowe pengen kawin tin????

Anonim mengatakan...

huaduh dalam banget kalimat2nya.salut deh m mbak ngatini ini TOP BGT hehehe..

MBAH IM mengatakan...

Hehe...aku hendak memuji puisi ini, tapi sayang bukan bikinanmu sendiri...

Mama Beruang mengatakan...

yup!
andai kita bs memilih.
milih terlahir sbg perempuan/laki2.
milih mo jd anak siapa.
milih mo jd apa.
milih berwarna kulit apa.
milih pny penis/vagina.
milih takdir...

Bambang Saswanda Harahap mengatakan...

salam kenal
blog yang indah
takdir berbicara serius sekali
sampai kita harus mengikutinya..
sekalipun ada niat merubahnya
namun terjungkal dan kadang muntah darah

Anonim mengatakan...

ulasan panjang dalam dengan teriakan-teriakan, seakan mata-mata manusia terlalu buta akan segala hal, paling ga itu yang dirasakan mbak ratna

salam kenal

Anonim mengatakan...

*Biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering,
Atau menyumbat mulutnya dengan batu karang
Dan aku tak lagi melahirkan anak-anak untuk
memenuhi hasrat-hasrat mereka yang barbar,
biarkan aku mengutuk rahimku untuk mengering
dan aku tak lagi membiarkan anak-anakku menjadi saksi
atas kebiadaban yang dengan semena-mena mereka pertontonkan*

aku juga sama bait yang ini, dalemmm banget!!

Featured Post